Jakarta (Antara Babel) - Susunan kayu dan papan setinggi tiga meter kini
teronggok di atas tumpukan bebatuan kerikil dan pasir di Desa Pumpung,
Kecamatan Cempaka, Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan.
Sudah dua bulan ini bangunan kayu untuk menambang intan itu tidak
lagi digunakan karena batu berharga itu sulit ditemukan lagi sementara
bahan bakar minyak untuk menggerakkan mesin "dumping" makin mahal.
"Di sana sudah tidak ada intan lagi. Lama sekali gakdapat-dapat,
malah pernah sebulan gak dapat, padahal dalamnya sudah 30 meteran," kata
Nudin, yang selama tiga tahun mendulang intan selulusnya dari sekolah
menengah pertama (SMP).
Kini ia lebih memilih beralih menggosok batu akik dan
menawar-nawarkan akiknya itu kepada pengunjung yang datang melihat-lihat
tambang intan di desanya.
"Saya beli mesin penggosok akik masih Rp600 ribu enam bulan yang
lalu, batunya tinggal ambil di sana saja," katanya sambil menunjuk
bebatuan di bekas tambang intannya yang "mangkrak".
Ia menjual batu akiknya Rp50 ribu-Rp100 ribu per biji, sedangkan
batu akik yang menurut dia jelek dijualnya Rp100 ribu selusin.
Nudin mengakui, sewaktu masih menjadi pendulang intan, biasanya ia
mendapat upah sekitar Rp50.000-Rp75.000 per hari dengan berkubang di
lumpur hasil penyedotan sambil mengayak pasir dari pagi pukul 08.00
hingga menjelang magrib pukul 17.30 Wita.
Namun berhubung intan makin langka, akhirnya si bos terpaksa tidak
lagi memberi uang harian, sehingga untuk menutupi biaya hidup, ia biasa
berutang dulu, yang dilunasi jika kelompoknya ada yang mendapat intan
bagus.
"Kalau ada teman sekelompok (1 kelompok terdiri atas 10 orang) yang
dapat intan. Misalnya dapat sekian miligram, seujung korek, lalu kami
sekelompok dapat Rp500 ribu, lalu dibagi 10," katanya mengisahkan masa
lalunya.
Dahulu, tuturnya lagi, ia pernah menemukan intan seberat lima karat
(satu gram) yang bisa dijual seharga Rp120 juta, lalu dikurangi jatah
pemilik lahan, dan sisanya dibagi-bagi di antara pemilik mesin dan rekan
sekelompoknya.
"Karena itulah saya bisa beli motor second ini dan bayar
utang-utang," kata pemuda berperawakan kecil itu dari atas motor
bekasnya.
Namun ia menegaskan tidak ingin mencari intan lagi, alasannya selain
pendapatannya makin tidak pasti, juga karena merasa trauma dengan
risiko tertimbun galian seperti yang pernah hampir dialaminya.
"Lebih enak gosok batu akik, kemungkinan dapat uangnya lebih banyak,
mumpung sekarang akik sedang laku. Kalau sudah tidak laku lagi ya jadi
kuli bangunan saja," katanya sambil memperlihatkan akik-akik hasil
gosokannya.
Makin langka
Budi, pemilik mesin "dumping" mengakui hal yang
sama, intan di kawasan sungai Pumpung di kecamatan Cempaka semakin
langka, berhubung telah puluhan tahun digali.
Karena itu, setahun yang lalu ia mulai membuka lokasi penggalian
baru, masih di lahan milik Haji Abu Bakar, sekitar 200 meter dari unit
pertama yang sudah berusia 10 tahun dan tidak lagi memberi prospek.
Ia mengaku mengeluarkan modal sampai Rp30 juta untuk satu unit baru
dengan dua mesin, yakni mesin penyedot dan mesin penyemprot seharga Rp8
juta per mesin, ditambah dengan pralon, pipa, selang air, perkakas
linggis, cangkul, kayu untuk membangun anjungan penyaring tanah galian
dan kolam pendulangan.
Ia mengakui meski hasilnya tidak sebanyak bertahun-tahun yang lalu,
setiap hari tetap ada saja intan yang ditemukan, namun kecil-kecil
sebesar 25 mata atau seperempat karat (1 karat 0,20 gram atau 200
miligram).
"Istilahnya intan minyak, intan yang kotor, yang harganya murah
Rp300 ribuan, kadang lebih besar kadang lebih kecil, kadang ditemukan
beberapa. Tapi pengeluaran saya per hari untuk solar sekitar 35 liter
atau sekitar Rp300 ribu," ujarnya.
Hasil penjualan intan yang didapat disepakati 35 persen untuk
pemilik mesin, 15 persen pemilik lahan, 35 persen kelompok pendulang,
dan sisanya untuk penjaga, katanya menjelaskan.
Menurut dia, penggalian di unit baru ini baru empat meter dalamnya, jadi ia masih punya banyak harapan tetap menggali intan.
Ia mengatakan, di kawasan Sungai Pumpung ada lebih dari 100 unit
lokasi pendulangan intan yang sebagian besar merupakan pertambangan
rakyat dengan melibatkan pihak yang mendanai operasi termasuk membelikan
mesinnya.
Sedangkan soal ke mana menjualnya, menurut dia, banyak orang yang
datang ke Cempaka untuk membeli, termasuk warga Cempaka sendiri juga
banyak yang menjadi penjual intan.
Seorang pedagang intan di Jalan Cokrokusumo, Kecamatan Cempaka,
Udin Cempaka mengatakan, setiap hari ada dua-tiga orang yang datang ke
tokonya menanyakan intan.
"Harganya tergantung. Intan pecah 10 per karatnya masing-masingnya
Rp8 juta, tapi kalau intan yang utuh satu karat Rp50 juta," kata Udin
yang juga menjual berbagai batu mulia dan akik, natural maupun sintetis.
Ia mengaku membeli intan mentah dari penambangnya dan menjadikannya berlian yang siap pakai di tempat penggosokan intan.
Beralih
Sementara itu, pengelola Unit Usaha Penggosokan Intan
Bank Indonesia Banjarmasin, Burhanuddin membenarkan bahwa stok intan di
Kalimantan Selatan semakin menipis karena sudah dieksploitasi selama
puluhan tahun bahkan sudah sejak abad ke-19.
"Wajar saja menipis. Batu Intan Tri Sakti yang ditemukan di
pertambangan tradisional di Cempaka dan pernah menghebohkan Indonesia
karena beratnya 166,75 karat atau 0,03375 kg sudah ditemukan sejak tahun
1965," katanya.
Ia mengatakan, pada 1973, BUMN PT Aneka Tambang juga pernah
mengeksplorasi intan di Cempaka, namun akhirnya ditutup pada 1983,
karena mengalami kerugian, di mana pengeluaran banyak, tapi pendapatan
tidak ada.
Demikian pula PT Galuh Cempaka Banjarbaru yang merupakan perusahaan
patungan antara Australia, Malaysia dan Indonesia yang beroperasi pada
tahun 1999-2009, akhirnya tutup juga meski dikabarkan telah
mengeksploitasi puluhan ribu karat intan.
Namun ia menolak jika saat ini disebut sebagai masa suram
penambangan intan, karena masih banyak lokasi lain yang belum
dieksplorasi, yang suatu saat bisa digali.
"Mungkin karena sekarang sedang booming batu akik, jadi para
penambang intan banyak yang beralih jadi penggosok batu akik. Dibanding
menggali intan, mengambil batu selain tidak ada resikonya, juga banyak
kemungkinan dapat uangnya," katanya.
Penambang Intan Kini Jadi Penggosok Akik
Sabtu, 16 Mei 2015 23:25 WIB