Jakarta (Antara Babel) - Hampir tak ada presiden Amerika Serikat yang
menyerang begitu sengit sekutu-sekutunya sendiri dan membuat mereka
bingung, kecuali Donald Trump.
Dia menjaga jarak dari Uni Eropa
dan saat bersamaan ingin memesrai Rusia yang menjadi ancaman nyata di
koridor timur NATO, terutama setelah intervensi Vladimir Putin di
Georgia dan Ukraina.
Dia menyerang China yang dalam waktu
bersamaan menuntut Korea Selatan dan Jepang memberikan setoran lebih
besar untuk payung keamanan AS kepada kedua negara itu, terutama dari
ancaman si impulsif Korea Utara yang menghunus senjata nuklir dan
dipatroni China.
Dia mencap Iran musuh paling berbahaya ketika
Iran menjadi karib Rusia yang ingin dia akrabi. Ironisnya koalisi
Iran-Rusia, menjadi kekuatan paling efektif memukul ISIS yang malah
menjadi prioritas tertinggi keamanan Trump.
Dia ingin memindahkan
kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem ketika dia ingin mengintimi
Arab Sunni yang pasti murka jika kedubes AS dipindahkan ke Yerusalem.
Arab Sunni juga partner utama dalam melawan Iran yang aktif menanam
satelit di Timur Tengah sehingga Israel dan Arab Teluk konstan terancam.
Dia
mencampakkan Kemitraan Trans Pasifik, padahal pakta dagang ini bisa
menyaingi dominasi dagang China yang pada awal pemerintahan Trump
dilecehkan dengan menganggap sepi kebijakan "Satu China" yang lalu
diralatnya dan terbukti gertak sambal belaka.
Dia menciptakan
preseden negatif di benua Amerika ketika konsisten mencerca Meksiko yang
menjadi mitra dagang utama AS di benua ini. Benua Amerika pun bertanya,
kepada Meksiko yang setia kepada AS saja Trump menyerangnya, apalagi
kepada mereka yang umumnya berbeda haluan dengan AS.
Presiden Twitter
Yang
juga membingungkan dari Trump adalah kebiasaannya ber-Twitter yang
dicemooh oleh para pemimpin politik sejagat. Presiden Lithuania Dalia
Grybauskaite bahkan setengah mengejek menampik uluran tangan Perdana
Menteri Inggris Theresa May menjadi "jembatan" untuk Uni Eropa dan
Trump. "Saya kira tak perlu ada jembatan. Kami kan berkomunikasi dengan
Amerika di Twitter," kata Grybauskaite.
Trump merasa dirinya
komunikator hebat yang tak perlu memerlukan media massa, bahkan
menganggap setara dengan Franklin Delano Roosevelt (FDR) dan Ronald
Reagan yang dikenal luas sebagai komunikator hebat dalam sejarah
kepresidenan AS, padahal ada perbedaan mendasar antara dia dengan kedua
presiden besar AS itu.
"FDR dan Reagan mengalamatkan pesannya
kepada seluruh rakyat Amerika. Sebaliknya, Trump lebih untuk menarik
perhatian minoritas pemilih dia," kata Joseph S. Nye Jr., profesor ilmu
politik pada Universitas Harvard.
Pemerintahan Twitter khas Trump
telah mencuri perhatian legislatif dan media. Tetapi, menurut Nye,
pemimpin nasional tetap dituntut berkomunikasi langsung dengan rakyat
demi menunjukkan kualitas kepemimpinannya dalam mengelola negara.
Trump
juga dicemooh karena sering berbohong, mencaci maki dan mem-bully siapa
pun yang berseberangan dengannya, mulai dari sejawatnya di Partai
Republik, John McCain, sampai selebritis seperti aktris Meryl Streep
yang mengecam laku diskriminatifnya dan kalangan pengusaha seperti
pemilik klub basket Dallas Mavericks Mark Cuban yang menuduhnya
menomorsatukan kerajaan bisnisnya setelah menyerang Nordstorm karena tak
mau lagi menjual produk busana anaknya, Ivanka.
Trump juga
dikecam karena mencacimaki hakim setelah Keppres larangan imigran tujuh
negara muslim masuk ke AS, dimentahkan pengadilan.
Narsisme ganas
Dia
menuding ada jutaan pemilih gadungan dalam Pemilu AS November tahun
silam, tanpa melampirkan bukti apa-apa sehingga Senator Bernie Sanders
pun tidak tahan berdiam diri. Kepada CNN, Sanders berkata, "Dia bilang
ada 3 sampai 5 juta pemilih gadungan yang memilih pada Pemilu silam. Itu
khayalan!"
Sanders menuduh Trump tidak memahami konstitusi AS
karena dengan buas menyerang media massa dan sistem peradilan yang
menjadi pilar demokrasi dan konstitusi AS.
"Saya berseberangan
dengan George Bush setiap waktu, tapi saya tidak pernah menyebutnya
pembohong kronis karena dia memang tidak begitu. Dia hanyalah seorang
presiden konservatif. Tapi orang ini (Trump) berbohong setiap saat,"
kata Sanders membandingkan Trump dengan Bush.
Politisi Demokrat
Al Franken bahkan lebih keras lagi dengan menyebut Trump mengidap
gangguan mental sehingga satu pandangan dengan para ahli penyakit jiwa,
salah satunya psikoterapis John Gartner yang menyebut Trump menderita
gangguan "narsisme ganas" sehingga tidak layak menjadi presiden.
Menyebut
kepribadian Trump campuran narsisme, paranoia, antisosial dan sadisme,
Gartner menyebarkan petisi online di Change.org bahwa Trump "secara
psikologis tidak kompeten menjalankan tugas-tugas presiden Amerika
Serikat".
Narsisme memang bermanfaat. Tapi, kata profesor
psikologi dan pengarang buku "The Narcissism Epidemic" Jean M. Twenge,
narsisme adalah penyakit yang merugikan orang lain.
Twenge
menganalogikan Trump dengan seorang narsis yang mempesona wanita.
"Awalnya dia mempesona para wanita, karena dia berani, kharismatis,
percaya diri, dan terbuka. Mulanya itu menarik, tetapi lama kelamaan
pesona itu pupus. Tiga bulan kemudian Anda menyadari ternyata dia sama
sekali tak peduli kepada Anda."
Gelagat pemakzulan
Tingkat
penerimaan publik kepada sang presiden baru AS itu pun rendah yang
menurut lembaga poling Gallup sebagai yang paling rendah dibanding
presiden AS mana pun saat awal masa jabatannya.
Ciutan-ciutan
membahayakan dari dia yang tak saja berpotensi merusak tatanan domestik
namun juga tata hubungan internasional yang telah dibangun AS, membuat
kabinetnya sibuk meluruskan, bahkan menimbulkan perpecahan dalam
kabinetnya sendiri sehingga mengekspos kelemahannya dalam memimpin.
Politisi
senior Demokrat Maxine Waters pun menyebut pernyataan dan langkah
politik Trump akan mengantarkan dirinya sendiri kepada pemakzulan. Dan
isu paling sensitif yang dihubung-hubungkan dengan pemakzulan adalah
tudingan pemerintahan Trump berselingkuh dengan Rusia yang membuat gerah
baik politisi Demokrat maupun Republik.
Isu makin liar setelah
muncul laporan bahwa loyalis Trump, Penasihat Keamanan Nasional Michael
Flynn, acap berkomunikasi dengan orang-orang Rusia, termasuk Presiden
Vladimir Putin, sebelum dan sesudah Pemilu. Dia bahkan membahas sanksi
kepada Rusia yang diterapkan Barack Obama sebagai balasan atas
intervensi Rusia pada Pemilu 2016, dengan duta besar Rusia di Washington
Sergei Kislyak, Desember tahun silam.
Flyn dan Trump membantah,
namun itu hanya kian menguatkan pandangan bahwa Trump gemar berkelit
untuk menutupi kebohongannya, sampai sutradara Rob Reiner saja menyebut
Trump "pembohong kronis" dan "kanker" yang bisa merusak Amerika sehingga
harus dimakzulkan. Flynn lalu mengundurkan diri demi menyelamatkan
Trump.
Upaya Trump mendekatkan AS kepada Rusia memang telah
membuat frustasi komunitas intelijen AS karena dianggap akan merusak
tatanan kemitraan intelijen global AS dan menyebabkan sekutu AS
membatasi hubungan spionase dengan Washington sehingga mengancam
keamanan internasional, khususnya dalam perang melawan terorisme.
"Sejak
20 Januari lalu kami telah mengasumsikan Kremlin sudah memasang telinga
di dalam SITROOM," kata seorang pejabat intelijen Pentagon.
SITROOM
adalah akronim dari Situation Room yang merupakan ruang konferensi di
sisi barat (West Wing), Gedung Putih, di mana presiden dan eselon-eselon
tingginya dibriefing oleh komunitas intelijen, termasuk CIA.
Isu
Rusia diperkirakan akan terus merongrong kredibilitas Trump sehingga
tak sedikit yang menyebut Trump akan senasib dengan Richard Nixon yang
terpaksa mundur sebelum dimakzulkan. Sedangkan tokoh-tokoh Republik
sendiri sudah kegerahan melihat kelakuan Trump, sampai-sampai hakim
senior konservatif, Mark P. Painter, terang-terangan menyerukan
pemakzulan.
Bahkan laman berita Huffington Post mengajukan empat
hal yang bisa memakzulkan Trump, yakni (1) koneksi Rusia, (2)
membangkang terhadap putusan pengadilan mengenai Keppres imigrasi, (3)
gurita bisnisnya yang koruptif, dan (4) sumpah palsu serta rangkaian
kebohongan yang tak ada putusnya. Dan salah satu omongan ngawur terbaru
Trump adalah pernyataan ada serangan teroris di Swedia Jumat malam
pekan lalu, padahal hari itu Swedia adem ayem sekali.
"Kita harus
mengakui bahwa kita telah memilih seorang presiden yang terbukti
kemudian korup, pembohong kronis, penggertak yang kejam dan membahayakan
nilai-nilai Amerika. Tontonan yang tak layak ditonton ini terlalu
berbahaya untuk diteruskan. Amerika dipertaruhkan. Kita harus mengakhiri
kepresidenan membahayakan ini. Trump harus dimakzulkan dan dicopot
secepat mungkin," kata Painter dalam laman USA Today.
Menghitung Umur Pemerintahan Donald Trump
Senin, 20 Februari 2017 23:20 WIB